Wanita menurut islam
– agama Islam sangatlah menjunjung tinggi harkat juga martabat kaum
hawa atau wanita, zaman dahulu sebelum datangnya agama islam, masyarakat
menilai dan memandang kaum hawa suatu barang yang tidak ada nilainya,
sehingga kaum wanita boleh diperlakukan apa saja tergantung dari kaum
pria. Hal ini nampak jelas bahwa sebelum nabi Muhammad lahir masyarakat
Arab akan mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan yang lahir hal ini
karena dipandang wanita tidak dapat membantu perang.
Negara-negara didunia memandang kaum hawa dalam bentuk yang berbeda-beda, seperti di Inggis berarti behind every successful man there is always a women,
di Amerika istri yang dalam bahasa Inggris adalah wife namun diartikan
washing, ironing, fun, entertainment, di Jawa sebagaimana dikatakan oleh
budayawan Semarang Darmanto Jatman Asah-asah, umbah-umbah, lumah-lumah.
Dan dikalangan masyarakat Jawa masih banyak istilah yang lain masak
macak manak atau dapur sewur dan kasur.Penghargaan Islam terhadap kaum wanita sebagaimana tersebut dalam hadits nabi:
اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ (حديث)
“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.
Karena itu wanita yang paling berperan didalam kehidupan rumah tangga, karena dalam diri wanita mempunyai peran ganda dalam kehidupan rumah tangga, yaitu mengandung, melahirkan, mendidik, mengasuh dan membesarkan. Sehingga kedekatan seorang anak akan lebih dominan kepada seorang ibu, setiap perbuatan inipun akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah SWT.
Kedudukan kaum wanita menurut islam
1. Sebagai pendamping suami:
وَالْمَرْئَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِىَ مَسْؤُلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا“ Dan istri adalah pengatur dalam rumah tangga suaminya, dan dia bertanggung jawab atas pengaturannya”. (HR. Buchari Muslim)
اِذَا صَلَتِ الْمَرْئَةُ خَمْسَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَاَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ اَيِّ اَبْوَابِ الْجَنَّةَ شَاءَتْ (رواه ابن حبان)
“ Apabila wanita itu melakukan shalat lima waktu dan bisa menjaga kehormatan dirinya serta taat kepada suaminya. Maka dia dapat memasuki surga dari segala penjuru pintunya yang ia sukai”.
2. Wanita sebagai ibu- penerus keturunan.
“ Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS. Al A’rof: 189)
اَلْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَمِ الْاُمَّهَاتِ (رواه مسلم)
“ Surga dibawah telapak kaki ibu”.
Dengan demikian Allah memberikan keutamaan ibu diatas ayah, sebagaimana sabda ketika suatu saat sahabat bertanya kepada rasul tentang kepada siapa yang lebih utama untuk berbuat baik:
يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Kisah wanita teladan
Rasulullah pernah memerintah kepada putrinya yang bernama Fatimah: Hai anakku,, apabila kamu ingin belajar menjadi ibu dan istri yang baik, datanglah kepada seorang ibu yang bernama Muthi’ah, tinggal di luar kota Madinah sebelah sana.
Rasulullah pernah memerintah kepada putrinya yang bernama Fatimah: Hai anakku,, apabila kamu ingin belajar menjadi ibu dan istri yang baik, datanglah kepada seorang ibu yang bernama Muthi’ah, tinggal di luar kota Madinah sebelah sana.
Maka berangkatlah Fatimah yang disertai
oleh putranya Hasan, sesampai dirumahnya, lalu mengucapkan salam dan
mengetuk pintu. Pada waktu itu ibu Muthi’ah sedang sendirian dirumah,
karena suaminya sedang bekerja, karena sedang sendirian maka Hasan tidak
diperkenankan masuk dan disuruh menunggi diluar, menurut hadits nabi
bahwa ketika isteri sedang sendirian dirumah, tidak boleh menerima tamu
laki-laki.
Setelah Fatimah masuk dan dipersilahkan
duduk maka, mengutarakan maksud kedatangannya yang disuruh oleh
Rasulullah untuk belajar tentang kewanitaan. Ibu Muthi’ah heran dan
tidak tahu hal apa yang harus disampaikan kepada isterinya, demikian
pula Fatimah juiga heran karena yang dilihat tidak ada barang-barang
yang istimewa. Siti Fatimah memperhatikan ruangan sekitar yang kemudian
yang berhenti pada susut rungan yang terdapat tiga buah benda yang
senantiasa terawat dengan rapi. Ketiga benda itu adalah baskom yang
berisi air bersih nan jernih, sebuah handuk kecil dan sebatang rotan,
Fatimah merasa heran dan kemudian menanyakan ketiga benda itu. Fatimah
heran dan menyakan kepadanya.
Ibu Muthi’ah menjelaskan, apabila
suaminya pulang tentunya dengan muka yang kotor kena debu, kusut, penat
dan letih. Dengan demikian maka aku membiasakan mengelap muka dan
badannya, agar terlihat bersih dan segar. Setelah itu dengan handuk saya
keringkan dengan mengusap muka dan badan yang basah tadi. Fatimah faham
lalu kemudian menanyakan sebatang rotan tersebut. Kemudian dijelaskan
apabila suami selesai dibilas muka dan badannya yang kotor lalu mandi.
Setelah itu suaminya ditemani makan dari masakan yang telah dimasaknya
sendiri. Lalu saya berkata (kata ibu Muthi’ah) mengambil sebatang rotan
tersebut dan menyerahkan kepada suaminya seraya mengatakan, agar
suaminya bersedia memukul dengan rotan tersebut bila dalam melayaninya
kurang memuaskan.
Mendengar ucapan tersebut Fatimah kaget, lalu bertanya kembali: Apakah suaminya memukul atau tidak? Ibu Muthi’ah menjawab: suami saya tetap mengambil rotan tersebut, tetapi melemparkannya kesamping, lalu mendekati saya dengan penuh kasih sayang. Mendengar penuturan tersebut, akhirnya mengertilah Fatimah, sungguh tepat kata-kata Rasulullah yang menyuruh untuk belajar pada ibu Muthi’ah.
Mendengar ucapan tersebut Fatimah kaget, lalu bertanya kembali: Apakah suaminya memukul atau tidak? Ibu Muthi’ah menjawab: suami saya tetap mengambil rotan tersebut, tetapi melemparkannya kesamping, lalu mendekati saya dengan penuh kasih sayang. Mendengar penuturan tersebut, akhirnya mengertilah Fatimah, sungguh tepat kata-kata Rasulullah yang menyuruh untuk belajar pada ibu Muthi’ah.
Semoga artikel mengenai wanita menurut islam ini bisa bermanfaat.
SUMBER : http://sro.web.id
No comments:
Post a Comment